The 66th Blog

Welcome try to share information and opinion on this blog to email: asahir66.informasi@blogger.com

Laman

Sabtu, 26 Februari 2011

Chem-Is-Try.Org | Situs Kimia Indonesia |

Chem-Is-Try.Org | Situs Kimia Indonesia |

Link to Chem-Is-Try.Org | Situs Kimia Indonesia |

Spektrometer Serapan Atom

Posted: 24 Feb 2011 08:01 PM PST

Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).

Sumber Cahaya

Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:

  • Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar daripada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
  • Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.

Secara umum, hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk mendeteksi sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar17.2 menunjukkan perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya tidak berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan dapat dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau menyimpang.

Gambar17.2. Perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator

Masalah ini dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan menggunakan sumber cahaya tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya kontinyu. Sebagian besar sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu katode berongga (hollow chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katodeberongga Zn digunakan untuk menganalis Zn. Gambar 3a dan 3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah yang telah diuraikan di atas.

Gambar17.3. Pengaruh sumber cahaya tunggul terhadap pita absorpsi

Spektrum Zn diamati pada panjang gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi melalui monokromator konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak lebih kecil dari sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam daerah panjang gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung analit yang diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang digunakan sama dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti bahwa semua radiasi yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel dan hukum Beer dapat digunakan.

Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal, monokromator konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur.

Lampu Katode Berongga (Hollow Cathode Lamp)

Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar 17.4.Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.

Gambar17.4. Lampu katode berongga

Adapungas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang hasilkan dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses ini disebut dengan percikan atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.

Nyala

Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung.

Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic
yang di hubungkan dengan pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat padaGambar17.5. Sebelum menuju nyala, sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi oleh aliran gas pengoksidasi sehingga menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju ke burner. Sample yang menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk"U" untuk menghindari gas keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala kemudian diatomisasi, dan cahaya darilampu katode tabung dilewatkan melalui nyala. Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.

Gambar17.5. Nebuliser pada spektrometer serapan atom (SSA)

Jenis-jenis nyala

Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:

  • Udara– Propana
    Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
  • Udara– Asetilen
    Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
  • Nitrous oksida – Asetilen
    Jenis nyala ini paling panas (3000oC), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.

Faktor-faktor Instrumental

Apapun jenis nyala yang digunakan harus dapat mengatomisasi analit semaksimalmungkin tanpa menyebabkan ionisasi sehingga menghasilkan atom-atom analit bebas dalam jumlah yang besar pada keadaan dasar. Atom-atom ini kemudian menyerap radiasi dari sumber cahaya pada panjang gelombang tertentu.

Meskipun sebagian besar atom-atom dalam nyala berada dalam keadaan dasar, sebagian lagi mengalami eksitasi yang kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atomik yang spesifik. Hal ini berarti bahwa nyala berperan ganda baik sebagai penyerap maupun pemancar, dan seorang analis harus mampu membedakan antara kedua proses ini sehingga tingkat absorpsi dapat diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan sumber cahaya, misalnya melalui perlakuan yang dapat mengakibatkan cahaya yang mencapai nyala dibelokkan. Dengan pengaturan sumber cahaya ini, sinyal absorpsi dibelokkan sementara sinyal emisi diteruskan. Dengan mengatur detektor ke posisi pembelokan sinyal, maka pengaruh nyala emisi dapat diabaikan.

Sinyal lampu dapat diatur dengan 2 cara, yaitu:

  1. tombol pengatur diletakkan dalam berkas cahaya sebelum cahaya mencapai nyala(flame) sehingga dapat ditutup dan diteruskan secara bergantian.
  2. sumber tenaga dari lampu katodeberongga dibelokkan sehingga berkas yang dihasilkan juga dibelokkan.

Pada kedua cara tersebut di atas, detektor diatur dengan menghubungkan alat pengatur ke detektor.

Intrumentasi berkas ganda

Sebagaimana dalam spektrometri molekuler, intrumentasi-intrumentasi berkas ganda dapat didesain menggunakan 50% cermin pentransmisi atau cermin yang dapat berputar untuk membagi berkas dari sumber cahaya. Akan tetapi, penggunaan berkas ganda hanya memberikan sedikit keuntungan terhadap spektrometri serapan atom karena berkas referesi tidak dapat lolos melalui sebagian besar daerah "noise-prone" dari instrumen, yaitu nyala. Sistem berkas ganda dapat mengurangi pergeseran sumber cahaya, pemanasan, dan sumber noise yang dapat meningkatkan ketelitian pengukuran. Akan tetapi, sumber utama noise adalah nyala sehingga keuntungan ini menjadi sedikit dan mungkin menyebabkan penurunan intensitas cahaya yang signifikan. Hal ini menyebabkan rasio sinyal terhadap noise (signal-to-noise ratio) menjadi lebih kecil.

Koreksi "background"

Penggunaan berkas kedua dari radiasi kontinyu diperkirakan akan lebih menguntungkan untuk mengkoreksi absorpsi non-atomik.Ketika menggunakan sumber cahaya yaitu lampu katodeberongga, kita mengamati serapan atom dalam nyala, absorpsi dari spesies molekuler dan h amburan dari partikulat. Hamburan partikulat ini dikenal sebagai absorpsi non-spesifik dan merupakan masalah khusus yang terjadi pada panjang gelombang lebih pendek dan dapat menyebabkan kesalahan positif. Jika menggunakan sumber cahaya kontinyu (misal: deuterium atau lampu katodeberongga hidrogen), jumlah serapan atom yang diamati dapat diabaikan, tetapi jumlah yang sama dari absorpsi non-spesifik dapat diketahui. Kemudian, jika sinyal yang diamati dengan sumber cahaya kontinyu dikurangi dengan sinyal yang diamati dengan sumber cahaya tunggal, maka kesalahan dapat dihindari. Koreksi "background" juga dapat meningkatkan ketelitian karena faktor-faktor yang dapat meningkatkan absorpsi non-spesifik menjadi tidak reprodusibel.

Faktor-Faktor Percobaan

  1. Pengaruh arus lampu katode berongga
    Arus rendah lebih direkomendasikan untuk digunakan. Sebenarnya, semakin tinggi arus listrik akan meningkatkan intensitas berkas cahaya, akan tetapi karena SSA merupakan suatu teknik perbandingan, maka peningkatan intensitas tidak dapat meningkatkan sensitivitas. Penggunaan arus yang tinggi pada lampu katode berongga justru akan mengurangi masa pakai lampu tersebut. Pengaruh yang paling penting jika arus lampu ditinggikan adalah ketika menganalisa logam-logam yang lebih volatil misalnya seng (Zn), dimana "self absorpsion" dapat diamati. Peningkatan arus dapat menyebabkan 2 hal yaitu:
  1. Garis emisi akan melebar yang disebabkan oleh efek Doppler pada temperatur tinggi
  2. Sejumlah besar atom-atom tidak dihamburkan keluar dari lampu katode tetapi proporsi atom dalam keadaan dasar meningkat.

Sebagai hasilnya, atom-atom dalam keadaan dasar yang terdapat di dalam lampu katode menyerap banyak radiasi pita resonansi; karena atom-atom dalam keadaan dasar lebih dingin, atom-atom tersebut akan menyerap radiasi pada daerah yang lebih sempit sehingga pusat dari puncak emisi akan terabsorpsi sebagaimana terlihat pada Gambar 11.6. Meskipun intensitas lampu meningkat akan tetapi intensitas dalam daerah panjang gelombang yang dapat di serap oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam nyala akan menurun. Garis emisi yang melebar akan berperan sebagai cahaya nyasar (stray light) yang mengakibatkan penurunan sensitivitas dan ketidaklinearan kurva kalibrasi.

  • Pengaruh lebar celah
    Biasanya pemilihan lebar celah bukanlah suatu hal yang kritis karena lebar pita spektra tidak jauh lebih kecil daripada kapabilitas monokromator. Hal ini karena garis emisi atom bisanya terpisah sangat baik satu sama lainnya sehingga lebar celah masih dapat mengisolasi garis resonansi dengan mudah.

Gambar17.6. Pemotongan puncak spektra

Akan tetapi, beberapa logam memiliki garis emisi yang sangat berdekatan terhadap garis resonansi analitik yang dapat menyebabkan radiasi tidak diserap atau terserap sebagian kecil saja oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam nyala, di mana atom-atom tersebut mungkin berada pada garis emisi yang lebih tinggi, atau garis emisi gas pengisi. Pada kondisi seperti ini, kemampuan celah keluar (exit slit) untuk mengisolasi garis resonansi merupakan hal yang sangat penting.

Gambar17.7 menunjukkan spektra emisi di sekitar garis resonansi Cu dan Fe. Lebar celah tidak akan berpengaruh ketika menganalisa Cu, akan tetapi celah yang lebih sempit diperlukan jika mengalisa Fe. Jika celah memperbolehkan garis-garis non resonansi menuju detektor, maka garis-garis yang lain tidak akan diserap dan berperan sebagai garis yang nyasar yang menyebabkan ketidaklinearan kurva kalibrasi dan sensivitas yang rendah.

Gambar 17.7. Spektra emisi di sekitar garis resonansi Cu (kiri) dan Fe (kanan)


Spektrofotometri Serapan Atom

Posted: 23 Feb 2011 07:27 PM PST

Absorpsi atom dan spektra emisi memiliki pita yang sangat sempit di bandingkan spektrometri molekuler. Emisi atom adalah proses di mana atom yang tereksitasi kehilangan energi yang disebabkan oleh radiasi cahaya. Misalnya, garam-garam logam akan memberikan warna di dalam nyala ketika energi dari nyala tersebut mengeksitasi atom yang kemudian memancarkan spektrum yang spesifik. Sedangkan absorpsi atom merupakan proses di mana atom dalam keadaanenergi rendah menyerap radiasi dan kemudian tereksitasi.

Energi yang diabsorpsi oleh atom disebabkan oleh adanya interaksi antara satu elektron dalam atom dan vektor listrik dari radiasi elektromagnetik. Ketika menyerap radiasi, elektron mengalami transisi dari suatu keadaan energi tertentu ke keadaan energi lainnya. Misalnya dari orbital 2s ke orbital 2p. Pada kondisi ini, atom-atom di katakan berada dalam keadaan tereksitasi (pada tingkat energi tinggi) dan dapat kembali pada keadaan dasar (energi terendah) dengan melepaskan foton pada energi yang sama.

Atom dapat mengadsorpsi atau melepas energi sebagai foton hanya jika energi foton (hν) tepat sama dengan perbedaan energi antara keadaan tereksitasi (E) dan keadaan dasar (G) seperti Gambar 17.1 di bawah ini:

Gambar 17.1. Diagram absorpsi dan emisi atom

Absorpsi dan emisi dapat terjadi secara bertahap maupun secara langsung melalui lompatan tingkatan energi yang besar. Misalnya, absorpsi dapat terjadi secara bertahap dari G → E1 → E2 , tetapi dapat terjadi juga tanpa melalui tahapan tersebut G → E2.

Panjang gelombang yang diserap oleh atom dalam keadaan dasar akan sama dengan panjang gelombang yang diemisikan oleh atom dalam keadaan tereksitasi, apabila energi transisi kedua keadaan tersebut adalah sama tetapi dalam arah yang yang berlawanan.

Lebar pita spektra yang diabsorpsi atau diemisikan akan sangat sempit jika masing-masing atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi mempunyai energi transisi yang sama.

LEBAR PITA SPEKTRA ATOM

Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4 – 10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. .

Efek Doppler

Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang pengamat, maka pengamat akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek dari yang diemisikan tersebut. Jika tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka panjang gelombang seolah menjadi lebih panjang. Fenomena ini disebut efek Doppler dan dapat menyebabkan pelebaran pita karena adanya pergerakan termal (panas). Hal yangsama juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih besar. Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.

Pelebaran tekanan (Pressure Broadening)

Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi.

Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).


Aplikasi Spektometri Absorpsi Infra Merah

Posted: 22 Feb 2011 07:14 PM PST

Spektrofotometer infra merah dapat digunakan untuk beberapa hal berikut ini :

  1. Identfikasi gugus fungsional
  2. Dengan mempertimbangkan adanya informasi lain seperti titik lebur, titik didih, berat molekul dan refractive index maka dapat menentukan stuktur dan dapat mengidentifikasi senyawa
  3. Dengan menggunakan komputer, dapat mengidentifikasi senyawa bahkan campuran senyawa.

BAHAN YANG DIGUNAKAN PADA SEL ABSORPSI SPEKTROMETER INFRA MERAH

Gelas, kwarsa dan plastik tidak sesuai untuk bahan sel absorpsi karena bahan-bahan tersebut terdiri atas molekul-molekul sehingga dapat menyerap pada daerah inframerah. Oleh karena itu sel absorpsi harus dibentuk dari bahan non-absorbing ionic seperti kristal padat dari natrium klorida, kalium bromida atau cesium iodida.

INSTRUMENTASI

Gambar 16.1. Skema bagian-bagian spektrometer infra merah.

Praktikum SPEKTROMETRI INFRA MERAH

Tujuan

Tujuan dari latihan ini menjadi lebih mengenal teknik persiapan sampel dan untuk mendapatkan pengalaman dalam menginterpretasikan spektrum infra merah.

Prosedur

  • Gunakan sel absorpsi untuk sampel larutan (0,2 mm) dengan lempeng kalium bromida, dapatkan spektrum infra merah dari tiap senyawa cair berikut pada kisaran bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1 (2,5 – 25 um):
  1. n-heksana
  2. etanol
  3. aseton
  4. karbon tetraklorida
  5. dietil eter
  6. nitrometana
  7. benzena
  8. anilin

Gunakan tabel yang telah tersedia, jelaskan jenis absorpsi yang berkaitan untuk tiap puncak utama yang teramati.

  • Gunakan lempeng KBr untuk mendapatkan spektrum minyak paraffin (Nujol). Dengan menggunakan lempeng yang sama, dapatkan spektrum dari ß-toluidine dalam minyak paraffin dan bandingkan spektrum ini dengan anilin yang didapatkan di atas.
  • Buat pelet kalium bromida yang terdiri dari p-hidroksi benzaldehid dan dapatkan spektrumnya. Usahakan untuk mengidentifikasi tiap pita absorpsi yang didapatkan dengan menggunakan tabel yang tersedia.
  • Dengan menggunakan sel absorpsi untuk sampel larutan, temukan spektrum dari :
  1. sikloheksana
  2. klorobenzena
  3. 20% larutan v/v dari klorobenzana dan sikloheksana

Simpan setiap spektrum dalam disket komputer, tunjukkan bahwa spektrum klorobenzena dapat diperoleh dengan jalan mengurangi spketrum pelarut (sikloheksana) dari larutan klorobenzena dalam sikloheksna.

  • Tentukan panjang jalur cell larutan kosong dari gangguan spektrum dengan menggunakan rumus:

dimana:

b adalah panjang jalur dalam cm
N adalah jumlah "fringer" dari ? 1 ke ?2
?1 dan ? 2 adalah frekuensi antar "fringer" yang diamati


Tidak ada komentar: